
Membentuk ketahanan nasional tidak hanya soal keamanan dari bahaya eksternal. Tapi lebih jauh lagi, dalam ketahanan nasional diperlukan pembangunan kekuatan karakter bangsa. Pembangunan karakter yang diinginkan pun tidak bisa sembarangan dan tidak bisa berjalan secara parsial. Melainkan harus bersifat integral, dengan menyentuh semua bagian yang ada dalam seorang manusia.
Untuk itulah, metode ESQ dirasakan sebagai suatu metode yang tepat oleh seorang Prof. DR. Letjend (Purn) Syarifudin Tippe, M.Si untuk disebarluaskan oleh Markas Besar TNI ke berbagai wilayah di Indonesia. Dikatakan oleh Prof Syarifudin Tippe, "Kami sudah mensosialialisasikan program ini 33 kali, termasuk di Aceh kemarin." Setelah dari Institur Teknologi Surabaya, Komandan ini berencana ke Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, pada bulan Desember 2019 ini.
Sebagai seorang perwira tinggi TNI yang pernah mengikuti Training ESQ, beliau merasakan bahwa Training ESQ adalah bentuk kecerdasan seimbang antara emosi dan spiritual. Prof. DR. Letjend (Purn) Syarifudin Tippe, M.Si dalam pemaparan seminarnya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya beberapa waktu lalu saat masih menyandang Mayjend seperti dilansir di situs resmi ITS pernah menyampaikan tentang pentingnya Spiritualitas dalam diri setiap manusia agar tidak terjebak dalam perang modern di era saat ini.
Wacana mengenai perang modern ini dikemukakan kepada generasi muda, karena mereka merupakan sasaran empuk dari berbagai serangan ideologi dan perusakan karakter yang dituju lewat perang modern yang gencar dilakukan melalui sarana teknologi informasi dan internet.
Serangan dalam perang modern dilakukan lewat berbagai tayangan gratis, games gratis, dan bahkan melalui yang berbayar sekalipun. Tanpa disadari, generasi muda sekarang menjadi lemah dan malas karena buaian teknologi yang begitu halus menyusup ke dalam keseharian mereka. Tidak banyak pemuda pemudi yang sadar bahwa mereka telah menjadi sasaran dari pelemahan karakter dan perusakan moral. Sehingga mereka terus menikmati berbagai layanan internet dan teknologi tanpa adanya suatu bentuk pertahanan mental.
Menurut hasil wawancara dari Prof Syarifudin Tippe dengan pihak ITS, beliau memaparkan latar belakang terjadinya perang modern yang dimulai dari sejarah perang. Selama 3500 tahun, perbandingan antara damai dan perang berkisar 1:13. "Ini artinya Potensi jahat lebih banyak digunakan," lanjutnya kemudian. Sasaran perang ini adalah paradigma atau pola pemikiran manusia, bukan pada fisiknya. Otak manusia telah dicuci secara halus.
Menurut Prof Syafifudin lagi, karena menyerang pemikiran itulah, maka solusi mengatasinya harus lewat pemikiran juga. "Solusinya dengan mempertajam platform spiritualisme, dan ingat spiritualisme bukan agama, tapi spiritualisme datang sebelum agama," komentar pria yang mengenakan baju dinasnya ini.
Perlunya ESQ atau peningkatan kecerdasan emosional dan spiritual ini sebagai benteng pertahanan mental generasi muda inilah, yang membuat Mabes TNI bekerja keras menyampaikan bahaya perang modern ini ke berbagai daerah.
Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda